Surabaya Menyala: Rentetan Peristiwa yang Membentuk Hari Pahlawan 10 November


SURABAYA Dalam rangka memperingati prasasti wurare ke 736-Pada hari Senin tanggal 17 November 2025 jam 20.00 WIB sampai dengan selesai 

Bertempat di situs Joko Dolog Taman apsari Surabaya'Dilaksanakan sarasehan dengan tema makna hari pahlawan  

Narasumber Panji Putra Sriwijaya S.Sos-Yang diinisiasi oleh ketua paguyuban abdi dalem eyang Joko Dolog Bapak Anam SH dihadiri oleh warga masyarakat kota Surabaya

pada akhir 1945 menjadi panggung penting dalam perjalanan Republik Indonesia yang baru merdeka. Serangkaian insiden yang terjadi di kota ini memicu gelombang perlawanan besar-besaran dan melahirkan pertempuran terbesar dalam sejarah revolusi Indonesia.

Asal Mula Ketegangan di Kota Surabaya

1. Ketegangan di Hotel Yamato – Simbol Penolakan Penjajahan (19 September 1945)

Di tengah suasana euforia kemerdekaan, rakyat Surabaya dibuat marah oleh berkibarnya bendera Belanda di Hotel Yamato. Keberanian pemuda-pemuda yang memanjat atap gedung dan menurunkan bendera tersebut menjadi penegasan bahwa bangsa ini tidak ingin dijajah kembali. Insiden ini memantik gelora perlawanan yang lebih besar.

2. Datangnya Pasukan Sekutu (25 Oktober 1945)

Ketika pasukan Sekutu mendarat di Surabaya, kehadiran mereka langsung memicu kecurigaan. Meski datang dengan alasan melucuti tentara Jepang, rakyat menilai langkah tersebut berpotensi menghidupkan kembali dominasi Belanda. Suasana kota berubah mencekam, dan gesekan kecil mulai muncul di berbagai titik.

3. Terbunuhnya Brigjen A.W.S Mallaby (30 Oktober 1945)

Peristiwa di sekitar Jembatan Merah yang menewaskan Brigjen Mallaby menjadi titik balik dramatis. Pemerintah Inggris bereaksi keras dengan mengeluarkan ultimatum agar seluruh senjata rakyat diserahkan. Namun, arek-arek Suroboyo menolak tegas permintaan itu—tanda bahwa pertempuran besar tak terhindarkan.

10 November 1945: Kobaran Perlawanan Tanpa Tanding

Ultimatum Sekutu yang diabaikan membuat Surabaya menjadi sasaran serangan darat, laut, dan udara. Tank dan artileri berat mengepung kota, sementara pesawat tempur menghujani berbagai titik pertahanan.
Meski hanya bermodalkan senjata rampasan dan persenjataan sederhana, para pejuang tidak mundur. Lebih dari tiga minggu mereka bertahan mempertahankan kota, menjadikan pertempuran ini sebagai salah satu peperangan terkeras sepanjang revolusi.

Keberanian luar biasa dan sikap pantang menyerah inilah yang kemudian mengangkat nama Surabaya sebagai Kota Pahlawan, tempat di mana rakyat biasa menjelma menjadi simbol perjuangan bangsa.

Penetapan Hari Pahlawan: Mengabadikan Api Perjuangan

Pengorbanan rakyat Surabaya memberikan resonansi besar, tidak hanya bagi perjalanan Republik, tetapi juga bagi dukungan moral dari berbagai pihak di dunia. Pemerintah kemudian menetapkan 10 November sebagai Hari Pahlawan melalui Keputusan Presiden Nomor 316 Tahun 1959, sebagai bentuk penghormatan abadi kepada para pejuang yang gugur.

Makna yang Hidup untuk Generasi Masa Kini

Peringatan 10 November bukan sekadar mengenang sejarah, tetapi juga meneguhkan kembali nilai-nilai perjuangan: keberanian, persatuan, dan keteguhan. Tantangan generasi sekarang memang berbeda dari masa perang, namun semangatnya tetap relevan.
Tugas kita hari ini adalah menjaga persatuan, merawat perdamaian, dan melanjutkan pembangunan untuk mewujudkan Indonesia yang lebih kuat dan bermartabat.

Semoga api perjuangan yang pernah menyala di Surabaya tetap hidup dalam hati setiap anak bangsa.

Penulis aris 

Lebih baru Lebih lama